Memori Itikaf



Itikaf…
Sesuatu yang mustahil bisa saya lakukan. Saya bicara seperti ini karena sungguh betapa sibuknya saya ini dengan pekerjaan. Pergi pagi pulang malam itu sudah menjadi kebiasaanku setiap hari. Bahkan pernah suatu ketika saya pergi pagi pulang pagi. Wow…, amazing. Nyari apa sih saya sampai rela begitu demi pekerjaan? Kantor saya membebaskan saya dalam mengerjakan sholat. Saya mau sholat on time juga tidak di persulit. Ya…,alhamdulillah. Akan tetapi walaupun selama saya bekerja saya sholat ontime, tapi ketenangan hati tidak saya dapatkan. Harusnya sholat itu bisa membuat hati tenang. Ini pasti ada sesuatu yang salah dalam diri saya. Batinku.
Kemudian saya mulai membaca buku-buku tentang efek samping sholat. Jika sholat kita benar, harusnya kita mudah untuk berbuat baik, harusnya sholat itu bisa bikin hati tenang, nyaman, adem, harusnya sholat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar, harusnya sholat itu mudah melangkah ke majelis ilmu seperti datang ke masjid untuk mengikuti kajian islam. Tapi kenyataanya saya sulit sekali untuk melangkah ke masjid mengikuti kajian islam yang hanya sekedar 1-2 jam. Selalu saja saya tidak mempunyai waktu untuk mengikuti majelis ilmu. Saya akui memang, saya sholat karena sekedar kewajiban bukan panggilan hati yang paling dalam. Hafalan al-quran saya berkurang. Dari sini mulai bergejolak hati saya ini. Resign.
Bukan sesuatu hal yang mudah bagi saya untuk resign begitu saja. Ya…, ketika saya mengajukan resign, saya juga dipromosikan. Saya kerja di perusahaan yang banyak cabangnya, bahkan tetangga saya mengira kantor saya itu adalah perusahaan bonafit.  Kalau saya resign, berarti siap-siap saja saya menyandang status pengangguran. Tapi alhamdulillah…,orang tua saya membebaskan saya. Saya mau resign atau tidak itu keputusan saya. Orang tua saya tidak memaksa saya harus bekerja.
Dengan keyakinan dan tekad yang bulat, saya memutuskan untuk resign. Setelah resign hal pertama saya lakukan adalah mengubah pola. Ya…, yang awalnya apa-apa mengutamakan pekerjaan, sekarang saya akan mengutamakan Allah dulu, baru yang lainnya.
Makanya setiap kali saya melihat photo ini, saya selalu meneteskan air mata, kenapa? Karena ini adalah itikaf pertama yang pernah saya ikuti. Rasanya hati itu tenang, nyaman dan yang pasti susah diungkapkan dengan kata-kata. Status saya nganggur, tapi hati saya begitu tenang banget.  Berbeda ketika saya masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan X. Uang lebih dari cukup, tapi hati saya tidak tenang. Saya tidak menyangka kalau saya bisa melaksanakan itikaf. Hadiah dari Allah di bulan Ramadhan tahun 2016.
Apakah saya jadi miskin dan masih minta uang kepada orang tua? Apakah Allah akan membiarkan hamba-Nya yang mengingat-NYA menjadi miskin?
To be Countinou…..

Comments

Popular posts from this blog

10 Manfaat Teh Hijau untuk Kesehatan dan Kecantikan

Mental Gratisan

STOP SELLING, START HELPING